TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MOTOR VESPA CLASSIC YANG DILAKUKAN SECARA LISAN
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MOTOR VESPA CLASSIC YANG DILAKUKAN SECARA LISAN
(Skripsi)
OLEH : ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’RUFI
NPM. 2152011118
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2025
ABSTRAK
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MOTOR VESPA CLASSIC YANG DILAKUKAN SECARA LISAN
Oleh : ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’RUFI
Jual beli adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah diperjanjikan. Jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan di Sanss Scooter Garage pembeli dirugikan karena terdapat cacat tersembunyi pada motor vespa classic. Jual beli dalam perjanjian lisan yang mengacu pada KUH Perdata pada jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan tidak selaras dengan Pasal 1491 KUH Perdata.
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris dengan tipe penelitian deskriptif. Pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara. Selanjutnya, data diolah dengan pemeriksaan data, klasifikasi data, sistematisasi data, serta dianalisis secara kualitatif.
Hasil penelitian dan pembahasan menjelaskan bahwa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan adalah sah karena sudah memenuhi ketentuan Pasal 1320 KUH Perdata. Penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan terdapat cacat tersembunyi tersebut bisa dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui non litigasi yang ditempuh dengan upaya negosiasi oleh kedua pihak dan penyelesaian melalui jalur litigasi dapat menggugat atas dasar wanprestasi sehingga dapat diminta ganti kerugian atau pemenuhan prestasi yang belum dilaksanakan atau pembatalan. Berakhirnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan terjadi karena adanya prestasi dan wanprestasi.
Saran dalam penelitian ini sebaiknya dalam transaksi jual beli motor vespa classic untuk menggunakan perjanjian yang dilakukan secara tertulis dalam perjanjian jual beli motor vespa classic, dengan tujuan untuk mempermudah menyelesaikan perselisihan dalam jual beli motor vespa classic yang mengandung cacat tersembunyi.
Kata Kunci: Perjanjian Lisan, ▇▇▇▇ ▇▇▇▇, Cacat Tersembunyi
JURIDICAL REVIEW OF THE VERBAL SALE AND PURCHASE AGREEMENT OF VESPA CLASSIC MOTORCYCLES
By :
▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’RUFI
Buying and selling is an agreement in which one party binds himself to hand over an object and the other party to pay the price of the object that has been agreed upon. The buying and selling of classic Vespa motorbikes carried out verbally at Sanss Scooter Garage, the buyer is disadvantaged because there are hidden defects in the classic Vespa motorbike. Buying and selling in an oral agreement referring to the Civil Code in the buying and selling of classic Vespa motorbikes carried out verbally is not in line with Article 1491 of the Civil Code.
This type of research is empirical normative legal research with a descriptive research type. Data collection is carried out by literature study and interviews. Furthermore, the data is processed by data examination, data classification, data systematization, and analyzed qualitatively.
The results of the study and discussion explain that the sale and purchase agreement of the classic Vespa motorbike made orally is valid because it has fulfilled the provisions of Article 1320 of the Civil Code. The settlement of disputes over the sale and purchase agreement of the classic Vespa motorbike made orally containing hidden defects can be done in two ways, namely through non-litigation which is taken through negotiation efforts by both parties and settlement through litigation can sue on the basis of default so that compensation can be requested or fulfillment of achievements that have not been implemented or cancellation. The termination of the sale and purchase agreement of the classic Vespa motorbike made orally occurs because of achievements and defaults.
The suggestion in this study is that in classic Vespa motorbike sales and purchase transactions, it is better to use a written agreement in the classic Vespa motorbike sales and purchase agreement, with the aim of making it easier to resolve disputes in the sale and purchase of classic Vespa motorbikes that contain hidden defects.
Keywords: Oral Agreement, Sale and Purchase, Hidden Defects
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN JUAL BELI MOTOR VESPA CLASSIC YANG DILAKUKAN SECARA LISAN
Oleh ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’RUFI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA HUKUM
Pada
Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
2025
RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap penulis adalah ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’▇▇▇▇, penulis dilahirkan di Kota Padang, Sumatera Barat, pada tanggal 28 Januari 2003. Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara dari ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, S.E., M.H dan Ibu ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇ Horizon, S.H. penulis mengawali pendidikan di SDS Adabiah Padang dan diselesaikan pada tahun 2015, SMPN 21 Tangerang Selatan diselesaikan pada tahun 2018 dan SMA
Darussalam Tangerang Selatan diselesaikan pada tahun 2021. Selanjutnya pada tahun 2021 penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui seleksi penerimaan Seleksi Mandiri Masuk Perguruan Tinggi Negeri Wilayah Barat (SMMPTN BARAT).
Selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung, penulis mengikuti kegiatan Kuliah kerja Nyata (KKN) selama 40 hari di Desa Aji Murni Jaya, Kecamatan Gedong aji, Kabupaten Tulang Bawang. Selama perkuliahan, penulis juga aktif berorganisasi ditingkat fakultas, yaitu UKM-F Pusat Studi Bantuan Hukum (PSBH) sebagai pengurus Bidang Ekonomi dan Kreatif.
MOTO
“Kesabaran Itu Ada Dua Macam, Yakni Sabar Atas Sesuatu Yang Tidak Kau Ingin ▇▇▇ ▇▇▇▇▇ Menahan Diri Dari Sesuatu Yang Kau Ingin”
(▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇)
“Kamu Tidak Harus Menjadi Hebat Untuk Memulai, Tetapi Kamu Harus Mulai Untuk Menjadi Hebat”
(▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇)
PERSEMBAHAN
مِ ــــــــــــــــــس
نمَ ح
رَّ لا مِ يْ حِ رَّ لا
Atas ridho Allah SWT dengan segala ketulusan dan kerendaham hati, kupersembahkan skripsi ini kepada:
Kepada Orang Tua Kandung maupun Orang Tua Tiri Papa dan Bunda
▇▇▇▇▇▇, S.E., M.H dan ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇i, ▇.▇ ▇▇▇▇ dan Mama
La Shanu dan Hasnurvita Derita Horizon, S.H
Terima kasih setinggi-tingginya atas doa, dukungan, cinta kasih yang selalu diberikan. Terima kasih atas pengorbanan, kerja keras, dan perjuangan yang telah diberikan.
Almamater Universitas Lampung dan Fakultas Hukum Universitas Lampung
Terima kasih telah menjadi tempat saya dalam menuntut ilmu dan mengejar gelar Sarjana Hukum, menjadi suatu bagian penting yang akan terus tersimpan baik dalam memori saya. Banyak cerita dan pengalaman manis yang akan selalu menjadi kenangan terindah dalam hidup saya.
SANWACANA
Alhamdulillahirabbil ‘alamin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang maha kuasa atas bumi, langit dan seluruh isinya. Sebab hanya dengan kehendak dan pertolongan-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Tinjauan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ Jual Beli Motor Vespa Classic Yang Dilakukan Secara Lisan” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum Universitas Lampung dibawah bimbingan dosen pembimbing serta atas bantuan dari berbagai pihak. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇ beserta seluruh keluarga dan sahabatnya yang syafaatnya sangat kita nantikan di hari akhir kelak. Penyelesaian penilitian ini tidak lepas dari bantuan, saran, dan dukungan dari berbagai pihak, maka pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. ▇. ▇▇▇▇▇, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung;
2. Bapak ▇▇. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung dan Dosen Pembahas 1 yang sangat baik karena telah memberikan kritik, saran, dan masukannya dalam
penulisan skripsi ini;
3. Bapak Moh. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, S.H., M. Hum., selaku Sekretaris Bagian Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan arahan, kritik, saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini;
4. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, S.H., M.S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, kesediaan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
5. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇, S.H., M. Hum., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak membantu penulis dengan penuh kesabaran, kesediaan meluangkan waktunya, mencurahkan segenap pemikirannya, memberikan bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;
6. ▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, S.H., M.H., selaku Dosen Pembahas II yang telah memberikan kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini;
7. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah membantu penulis atas arahan yang telah diberikan selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung;
8. Seluruh dosen dan karyawan/i Fakultas Hukum Universitas Lampung yang penuh dedikasi dalam memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis, serta segala bantuan secara teknis maupun administratif yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan studi;
9. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇., selaku pemilik Sanss ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇ yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan informasi atau data yang dibutuhkan penulis dalam penulisan skripsi ini;
10. Kedua orang tuaku yang sangat istimewa dan sangat penulis sayangi, yaitu ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, S.E., M.H., dan Ibu Hasnurvita Derita Horizon, S.H., yang mendidik, membimbing, mendoakan, berkorban dan mendukung saya dalam keadaan apapun. Terima kasih atas semua yang telah kalian berikan, semoga saya kelak menjadi anak yang dapat membahagiakan dan membanggakan kalian;
11. Kepada Bundaku yang sangat istimewa dan sangat penulis sayangi, yaitu Ibu ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇i, S.H., yang membimbing, mendoakan dan mendukung saya dalam keadaan apapun. Terima kasih atas yang telah diberikan kepada saya, semoga saya kelak dapat membahagiakan dan membanggakan Bundaku;
12. Kepada Ayahku yang sangat istimewa dan penulis sayangi, yaitu Bapak La Shanu, yang membimbing, mendoakan dan mendukung saya dalam keadaan apapun. Terima kasih atas yang telah diberikan kepada saya, semoga saya kelak dapat membahagiakan dan membanggakan Ayahku;
13. ▇▇▇▇▇▇ kakak dan adikku, yaitu ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, S.H., ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, S.Gz., dan ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ yang memberikan dukungan dan doa kedapa penulis agar dapat menyelesaikan perkuliahan secara tepat waktu. Semoga kelak kita berlima menjadi orang yang sukses dan bisa menjadi kebanggaam untuk keluarga;
14. Kepada ▇▇▇ ▇▇▇, Uwo El, Nadjua, Kakak Oci, Kakak Liza, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ yang telah memberikan saran, masukan dan dukungan kepada penulis dalam proses penyelesain skripsi ini;
15. Kepada seluruh keluarga besarku, terima kasih telah memberikan doa, bantuan, motivasi dan dukungan kepada penulis;
16. Kepada orang yang menemani selama masa perkuliahan (GRJ 2112011507), terima kasih telah membersamai dalam segala waktu dan kondisi saat ini, yang selalu sabar mendengarkan keluh kesahku, memberikan saran, kritik dan dukungan selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini, Terima kasih karena tiada hentinya telah memberikan dukungan, semangat, dan bantuan baik berupa tenaga, pikiran, materi maupun moril, serta doa yang baik kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Terima kasih karena selalu bersabar dan menjadi rumah untuk segala bentuk keluh dan kesah penulis setiap harinya;
17. Teman-teman penulis, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇, ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇. ▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ Syafa ▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, dan ▇. ▇▇▇▇▇▇. Terima kasih karena senantiasa meluangkan waktu untuk menjadi pendengar yang baik atau sekedar untuk berbagi tawa, serta selalu bersedia menjadi tempat pulang bagi penulis di saat sedang merasakan penatnya kehidupan perkuliahan. Terima kasih telah menjadi bagian dari perjalanan hidup penulis.;
18. Almamater Tercinta, Fakultas Hukum Universitas Lampung;
19. Pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan atas jasa dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Akhir kata, penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini dan masih jauh dari sempurna, akan tetapi penulis
berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi semua pihak khususnya bagi pengembangan ilmu hukum pada umumnya.
Bandar Lampung, 30 Januari 2025 Penulis,
▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇’rufi
NPM. 2152011118
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL. iii
HALAMAN PERSETUJUAN iv
1.3. Ruang Lingkup Penelitian 7
2.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 9
2.1.1.Pengertian Hukum Perjanjian 9
2.1.2.Unsur-unsur Perjanjian 11
2.1.5.Syarat Sahnya Perjanjian 17
2.1.6.Pembatalan Perjanjian 20
2.2. Tinjauan Tentang Perikatan 20
2.2.1.Pengertian Hukum Perikatan 20
2.2.2.Macam-macam Perikatan 22
2.2.3.Berakhirnya Perikatan 24
2.3. Tinjauan Tentang Perjanjian Jual Beli 28
2.3.1.▇▇▇▇ertian Perjanjian Jual Beli 28
2.3.2.Unsur-unsur Perjanjian Jual Beli 29
3.5. Metode Pengumpulan Data 41
3.6. Metode Pengolahan Data 42
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 44
4.1. Syarat Sahnya Perjanjian Jual Beli Motor Vespa Classic Yang Dilakukan Secara Lisan 44
4.2. Penyelesaian Sengketa Perjanjian Jual Beli Motor Vespa Classic Yang Dilakukan Secara Lisan Apabila Terdapat Cacat Tersembunyi 54
4.3. Berakhirnya Perjanjian Jual Beli Motor Vespa Classic Yang Dilakukan Secara Lisan 62
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Transportasi telah berkontribusi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Dengan adanya transportasi yang mumpuni akan mendukung aktivitas mobilitas masyarakat (movement of people), melancarkan pergerakan barang (movement of goods), dan pergerakan jasa serta informasi (movement of service and information). Ditambah lagi, fasilitas transportasi berperan penting dalam usaha pengalokasian sumber-sumber ekonomi.1 Transportasi merupakan alat yang berguna untuk memindahkan barang atau orang dalam kuantitas tertentu, ke suatu tempat tertentu, dalam jangka waktu tertentu.2 Transportasi telah berkontribusi terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Mayoritas penduduk Indonesia masih menggunakan sepeda motor sebagai alat transportasi, yang masih menjadi pilihan utama dan paling murah. Sifatnya praktis dan efektif. menjadikan sepeda motor lebih disukai. Selain merupakan alat transportasi yang lincah dan praktis manakala digunakan untuk melewati kemacetan baik dalam kota maupun luar kota, konsumsi bahan bakar sepeda motor lebih rendah jika dibandingkan dengan kendaraan roda empat.3
Perkembangan industri otomotif membawa era baru bagi dunia transportasi, faktanya jumlah sepeda motor yang tersedia di Indonesia menyebabkan munculnya sejumlah besar showroom. Saat ini, sepeda motor merupakan bagian penting dari
1 ▇▇▇▇▇▇▇, O. J., ▇▇▇▇▇▇▇, O. G. and ▇▇▇▇▇nya, J. O. (2016) ‘The Role of Commercial Motorcyclist on Economic Growth in Developing Countries: Akure Township in Focus’, Transport & Logistics: The International Journal, Vol 16 No 39, hlm 25-32
2 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 1997, Strategi Pemasaran, Edisi 1, Penernit Andi, Yogyakarta, hlm. 204
3 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2017, Citra Mahasiswa Menggunakan Kendaraan: Studi Fenomenologi Mahasiswa Menggunakan Kendaraan sepeda Motor, Jurnal ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ Vol 6 No 2, hlm. 93
semua lapisan masyarakat, baik pria maupun wanita.Vespa Classic merupakan salah satu produk otomotif yang merupakan salah satu alat transportasi memiliki desain yang unik dan langka serta sangat digemari oleh para penggemar Vespa Classic.
Vespa merupakan kendaraan jenis Scooter yang memiliki daya tarik tersendiri berkat bentuknya yang istimewa. Semenjak di ciptakan pada tahun 1946 hingga sekarang Vespa masih menjadi alat transportasi yang memiliki daya tarik bagi sebahagian orang mulai dari bentuk hingga sensasi yang dirasakan saat mengendarai skuter ini. Tidak terkecuali di Indonesia kendaraan Vespa di dalam negeri sudah mendapat tempat di publik Indonesia tepatnya ketika Pemerintah Indonesia memberikan penghargaan berupa motor Vespa kepada kontingen Pasukan Penjaga Perdamaian Indonesia.4Vespa juga menjadi salah satu inspirasi perkembangan teknologi transportasi jalan raya di era modern. Seiring berlalunya era dan semakin modern, popularitas Vespa semakin naik dan mulai sering ditemukan. Karena dengan terus terjadinya pergerakan penduduk yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan transportasi, hal ini menyebabkan meningkatnya kebutuhan terhadap kendaraan bermotor, baik angkutan umum maupun pribadi.
Belakangan ini Vespa menjadi sangat digandrungi oleh berbagai kalangan masyarakat, mulai dari anak muda maupun orang tua, untuk pemakaian sehari- hari maupun koleksi bagi para kolektor motor vespa tua. Harga Vespa matic atau Vespa Classic cukup mahal bisa mencapai Rp15.000.000 sampai dengan Rp60.000.000 dan harga bekasnya masih cukup mahal, semakin tua dan orisinal sebuah vespa classic makanya harganya semakin mahal. Namun mahalnya harga tidak menyurutkan semangat peminat untuk memilikinya. Minatnya tumbuh dari hari ke hari. Inilah karena Vespa classic menghadirkan keunikan, fitur-fitur yang lebih baru dan memiliki kepuasan tersendiri bagi penggunanya, sehingga tak segan-segan mencari ke dalam-dalam perkampungan untuk mendapatkannya.
4 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, et al. 2018, Pengenalan Sejarah Vespa Serta Meningkatkan Kecintaan Terhadap Vespa Melalui Buku Ilustrasi, Jurnal Rekamakna Insitut Teknologi Nasional, hlm. 2
Vespa Classic yang beredar di pasaran memiliki desain yang unik, memadukan fitur-fitur kelas atas yang dapat bersaing dengan kendaraan modern pada zaman ini dan beragam pilihan warna, membuatnya semakin populer di kalangan pecinta Vespa sejati. Oleh karena itu banyak penjual Vespa yang menggunakan perjanjian lisan pada transaksi jual beli, dengan menggunakan perjanjian lisan dapat mempermudah dan mempercepat barang yang dijual.
Menurut ▇▇▇▇▇ 1457 KUH Perdata jual beli adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah diperjanjikan. Perkataan jual beli menunjukan bahwa dari suatu pihak perbuatan dinamakan menjual, sedangkan dari pihak yang lain dinamakan membeli. Istilah yang mencakup dua perbuatan yang bertimbal balik itu adalah sesuai dengan istilah belanda ‘Koop en Verkoop” yang juga mengandung pengertin bahwa pihak yang satu verkoopt (menjual) sedang yang lainya koopt (membeli). Dalam bahasa inggris jual beli disebut dengan hanya sela saja yang berarti penjualan (hanya diliat dari sudutnya si penjual). Begitu pula dalam bahasa ▇▇▇▇▇▇▇ disebut hanya dengan vente yang juga berarti penjualan. Sedangkan dalam bahasa Jerman dipakainya perkataan ‘kauf’ yang berarti pembelian”.5
Secara umum perjanjian merupakan ikatan yang dilakukan oleh dua atau lebih subjek hukum yang saling mengikatkan diri satu dengan lainnya untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan yang memiliki syarat dan sanksi telah disepakati oleh kedua belah pihak baik secara lisan dan tulisan.6 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) merumuskan bahwa perjanjian merupakan persetujuan baik secara lisan atau tulisan yang dibuat oleh kedua belah pihak atau lebih, dimana para pihak sepakat atas apa yang diperjanjikan.7 Perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji dan mengikatkan dirinya kepada orang lain, atau dimana dua orang atau lebih itu saling berjanji
5 Subekti, 1995, ▇▇▇▇▇ perjanjian, PT. Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, Bandung, hlm. 2
6 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. 2017, Hukum Perikatan Indonesia Teori Dan Perkembangannya, Malang: Intelegensia Media, hlm. 37.
7 Kamus Besar Bahasa Indosia (KBBI), (Online), Diakses tanggal 13 Juni 2024 ▇▇▇▇▇://▇▇▇▇.▇▇▇.▇▇/▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇
untuk melaksanakan sesuatu hal. Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 KUH Perdata yang menyebutkan bahwa “perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”.
Dalam perjanjian ada dua jenis perjanjian yang digolongkan berdasarkan bentuknya, yaitu perjanjian lisan atau tidak tertulis dan perjanjian tertulis, Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam bentuk tulisan. Sedangkan perjanjian lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Mengenai bentuk suatu perjanjian tidak ada ketentuan yang mengikat, karena itu perjanjian dapat dilaksanakan secara lisan maupun tertulis.
Perjanjian lisan adalah perjanjian yang dibuat berdasarkan sepakat. Dalam proses jual beli para pihak telah sepakat untuk mengikatkan dirinya kepada pihak lain dalam perjanjian. Pihak yang dimaksud adalah pihak penjual Vespa Classic dan pembeli Vespa Classic. Kesepakatan ini merupakan perjanjian yang ditentukan sebagai acuan oleh para kedua yaitu penjual Vespa Classic dengan pembeli Vespa Classic. Sebagai pedoman maka kedua pihak harus mengikuti kesepakatan tersebut. Sebagaimana yang tertulis dalam Pasal 1338 KUHPerdata. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata menyatkan bahwa “semua kontrak (perjanjian) yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka (open sistem), artinya para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun, menentukan syarat- syaratnya, pelaksanaanya, dan bentuk perjanjian, baik berbentuk lisan maupun tertulis.8 Dalam transaksi jual beli Vespa Classic yang sering kali terjadi adalah menggunakan perjanjian secara lisan dalam transaksi jual beli karena dianggap lebih cepat untuk dilakukan asalkan adanya ikatan antara kedua belah pihak yang sudah ada rasa saling percaya, namun biasanya masalah yang timbul itu karena
8 ▇▇▇▇▇ ▇.▇, 2003, Perkembangan Hukum Kontrak Innominat Di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hlm 1
hal di atas yaitu hanya didasari rasa saling percaya dan berujung timbulnya masalah.9 Dalam komunitas motor vespa classic hubungan personal dan rasa saling percaya sering kali terjadi dalam transaksi jual beli motor vespa classic, sehingga dalam hal nya jual beli motor vespa classic sering kali menggunakan perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan dikarenakan komunitas motor vespa classic memiliki rasa solidaritas yang tinggi terhadap sesama pecinta motor vespa classic, akan tetapi hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya sengketa. Perjanjian tidak tertulis atau perjanjian lisan meskipun dianggap lebih lemah kedudukannya dibandingkan dengan perjanjian tertulis, bukan berarti perjanjian lisan tidak diakui sebagai perjanjian yang sah.10 Perjanjian lisan adalah perjanjian yang sah menurut Pasal 1320 KUHPerdata.
Pada tahun 2021 telah terjadi transaksi jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan di showroom sekaligus bengkel vespa Sanss Scooter Garage, Meskipun harga motor vespa cukup tinggi tergantung jenis pada yang akan dibeli, pada bengkel sekaligus showroom Sanss Scooter Garage menggunakan perjanjian jual beli secara lisan karena sudah menjadi suatu kebiasaan yang dilakukan di Sanss Scooter Garage ini apabila harga motor vespa classic yang dibeli dengan harga dibawah Rp.20.000.000 (dua puluh juta rupiah). Akan tetapi, apabila melakukan pembelian motor vespa dengan harga diatas Rp.20.000,000 (dua puluh juta rupiah) keatas maka penjual akan menggunakan perjanjian tertulis dalam melakukan perjanjian jual beli motor vespa classic ini.
Pada perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan di Sanss Scooter Garage pembeli mengklaim kepada penjual terdapat cacat tersembunyi pada motor vespa classic dalam transaksi jual beli yang menggunakan perjanjian secara lisan. Terdapat pembeli yang membeli motor vespa classic di Sanss Scooter Garage mengalami kerusakan pada bagian penyimpanan oli samping
9 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, 2020, Kepastian Hukum Perjanjian Secara Lisan Menurut KUHPerdata Pasal 1338.Lex Privatum Vol. VIII. NO.4. hlm. 87
10 I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2020, Kajian Hukum Perdata Terhadap Penggunaan Perjanjian Tidak Tertulis Dalam Kegiatan Bisnis. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Universitas Pendidikan Ganesha, Vol. 6 No 1, hlm. 118-119
pada motor vespa classic, akhirnya pembeli membawa kembali motor vespa classic yang baru dibeli ke Sanss Scooter Garage dan meminta pertanggung jawaban kepada penjual. Fungsi dari penyimpanan oli samping pada motor vespa classic sangat berpengaruh pada motor vespa classic sebagai komponen penting untuk melumasi komponen mesin dan mendukung sistem pembakaran pada mesin yang berfungsi untuk mencegah mesin overheating dan kerusakan pada mesin yang mengakibatkan motor vespa mengalami trouble dan tidak maksimal dalam pemakaian motor vespa classic tersebut.
Cacat tersembunyi didefinisikan sebagai suatu benda dengan kondisi yang tidak sesuai dengan yang semestinya, di mana kondisi benda tersebut telah rusak atau kehilangan kegunaannya sebagai akibat dari kekurangan atau kerusakan yang terdapat dalam benda tersebut. Tersembunyi berarti kondisi yang tidak kelihatan dan hanya dapat dilihat jika dilakukan suatu analisa yang lebih teliti dan jelas. Dalam hal ini cacat tersembunyi diartikan sebagai suatu kerusakan yang tidak dapat dilihat secara langsung dan tidak menunjukkan bahwa ada cacat, tetapi dapat dilihat dengan pemeriksaan yang lebih teliti dan jelas.
Pada perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan ini hak- hak pembeli dan kewajiban penjual tidak terlaksanakan sesuai dengan KUH Perdata dalam transaksi jual beli Vespa Classic yang dilakukan perjanjian secara lisan. Perjanjian Jual beli yang dilakukan secara lisan ini tidak berjalan selaras dengan Undang-Undang yang menjaminnya pada Pasal 1491 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata).
Berdasarkan pemikiran dan latar belakang diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Tinjauan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ Jual Beli Motor Vespa Classic Yang dilakukan Secara lisan“
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah syarat sahnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan?
2. Bagaimanakah penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan apabila terdapat cacat tersembunyi?
3. Bagaimanakah berakhirnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan?
1.3. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini terdiri dari ruang lingkup keilmuan dan ruang lingkup objek kajian. Ruang lingkup keilmuan dari penelitian ini adalah bidang hukum keperdataan khususnya tentang Hukum Perjanjian, sedangkan ruang lingkup objek kajian penelitian ini mengenai syarat sahnya dalam jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Penelitian ini diajukan untuk memenuhi persyaratan akademis dalam rangka memperoleh gelar sarjana hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui dan menganalisis syarat sahnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan apabila terdapat cacat tersembunyi.
c. Untuk mengetahui dan menganlisis cara berkahirnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
1.5. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian baik dari segi praktis maupun teoritis yaitu :
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan memiliki kontribusi serta sumbangsih secara akademis terhadap pengembangan ilmu serta sebagai acuan kajian pustaka untuk masyarakat umum, terutama mahasiswa program studi ilmu hukum
keperdataan mengenai syarat sahnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
b. Dengan memahami pengaturan perjanjian lisan pengaturan perjanjian lisan dalam transaksi jual beli Vespa Classic berdasarkan ketentuan Hukum Perdata dalam Hukum Perjanjian, diharapkan dapat memberikan panduan yang lebih jelas bagi pihak terkait yang menghadapi sebuah peristiwa perjanjian lisan dalam transaksi jual beli.
c. Selain itu, hasil analisis ini juga dapat menjadi dasar untuk penyempurnaan atau pengembangan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan syarat sahnya jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
2. Secara Praktis
Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan:
a. Sebagai upaya pengembangan kemampuan dan pengetahuan hukum bagi penulis dalam lingkup hukum keperdataan khususnya Hukum Perjanjian
b. Penulisan penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk dapat menyelesaikan sarjana strata I di Fakultas Hukum Universitas Lampung khususnya bagian Ilmu Hukum Keperdataan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian 2.1.1.Pengertian Hukum Perjanjian
Pengertian perjanjian secara umum adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Perjanjian sudah merupakan suatu pengertian yang konkret, karena pihak-pihak dikatakan melaksanakan suatu peristiwa tertentu.11
Pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang menentukan bahwa: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih” Pasal ini menerangkan secara sederhana tentang pengertian perjanjian yang menggambarkan tentang adanya dua pihak yang saling mengikatkan diri. Pengertian ini sebenarnya tidak begitu lengkap, tetapi dengan pengertian itu, sudah jelas bahwa dalam perjanjian itu terdapat satu pihak mengikatkan diri kepada pihak lain.12
11 I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 2018, Hukum Perikatan, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 42.
12 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ & ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇, 2014, Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW, Rajawali Pers, Jakarta, hlm. 63
Namun, para sarjana berpendapat bahwa Pasal 1313 KUH Perdata memiliki kelemahan dalam definisi perjanjian. Menurut Setiawan rumusan Pasal 1313 KUH Perdata selain tidak lengkap juga sangat luas. Tidak lengkap karena hanya menyebutkan persetujuan sepihak saja.”Sangat luas karena dengan digunakanya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Sehubungan dengan itu menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, yaitu :
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum
b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya” dalam pasal 1313 KUH Perdata.
c. Sehingga perumusannya menjadi “Perjanjian adalah perbuatan hukum” dimana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.13
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ merumuskan kembali definisi Pasal 1313 KUH Perdata sebagai berikut, bahwa yang disebut perjanjian adalah suatu persetujuan dengan dimana dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal dalam lapangan harta kekayaan.14 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ mengartikan perjanjian sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan antara dua pihak, dimana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak lain berhak menurut pelaksanaan janji itu.15
▇. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ mengatakan perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih yang memberikan kekuatan hukum kepada suatu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melaksanakan prestasi.16 Sudikno mendefinisikan perjanjian sebagai hubungan hukum antara dua pihak atau lebih yang mencapai kesepakatan untuk
13 ▇. ▇▇▇▇▇▇▇▇, 1999, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung : Putra ▇. ▇▇▇▇▇▇, hlm. 49.
14 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 1992, Hukum Perikatan, Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung, hlm.
78.
15 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, 1985, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian, Liberty:
Yogyakarta, hlm. 7.
16 ▇. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, 1982, Segi-segi Hukum Perikatan, PT. Alumni; Bandung, hlm. 3
menimbulkan akibat hukum. Perjanjian ini dianggap sebagai hubungan hukum karena di dalamnya terdapat dua perbuatan hukum, yaitu penawaran (offer, aanbod) dan penerimaan (acceptance aanvarding).17
Perjanjian adalah persutujuan dengan mana dua pihak atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal yang bersifat kebendaan dibidang harta kekayaan.18 Perjanjian yang terjadi diantara dua belah pihak mempunyai kekuatan mengikat bagi para pihak yang membuat perjanjian itu, seperti yang telah diatur dalam ketentuan pasal 1338 KUH Perdata. Munculnya kekuatan mengikat yang dari suatu perjanjian menunjukan adanya hubungan antara perikatan dan perjanjian, dimana perjanjian itu menimbulkan suatu perikatan. Jadi dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah sumber perikatan.19
2.1.2. Unsur-unsur Perjanjian
Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum, dalam suatu kontrak dikenal adanya tiga unsur dalam perjanjian, yaitu:
a. Unsur Essensialia
Unsur essensialia dalam perjanjian biasanya digunakan untuk memberikan rumusan, definisi, atau pengertian dari perjanjian yang terdiri dari ketentuan- ketentuan berupa kewajiban yang harus dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak. Sifat-sifat ini yang membedakannya dari jenis perjanjian lainnya.20 Unsur essensialia adalah unsur-unsur yang harus ada dalam suatu perjanjian. Tanpa adanya unsur ini, perjanjian yang dimaksudkan untuk dibuat dan dilaksanakan oleh para pihak dapat berubah dan menjadi tidak sejalan dan tidak sesuai dengan keinginan para pihak. Oleh karena itu, unsur essensialia ini adalah yang membedakan suatu perjanjian dengan perjanjian yang lain, dan karenanya memiliki ciri unik yang membedakannya satu sama lain, sebagai contoh harga jual beli adalah salah satu elemen penting dalam
17 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 1996, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Yogyakaerta: Liberty, hlm. 103
18 Ibid., hlm 290
19 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Bandung: PT Intermasa, hlm. 3.
20 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ (II), 2010, Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm. 84.
perjanjian jual beli. Ini berarti bahwa jika tidak ada jaminan harga, jual beli bukanlah perjanjian jual beli, namun sebaliknya itu bisa menjadi perjanjian yang berbeda. Dengan kata lain, apabila dua pihak menyatakan adanya jual beli tanpa menyebutkan harganya, perbuatan hukum tersebut hanya dapat dianggap sebagai tukar menukar daripada jual beli.21
b. Unsur Naturalia
Unsur naturalia adalah unsur-unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur essensialia telah diketahui, misalnya dalam perjanjian Naturalia terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual dari cacat-cacat tersembunyi, harus terlebih dahulu mengandung unsur essensialia jual-beli, karena sifat jual beli mengkehendaki hal yang demikian, para pihak tidak dapat menyimpang dari ketentuan ini. Bentuk jual beli yang di mana pihak penjual tidak mau bertanggung jawab atas cacat tersembunyi barang yang mereka jual, memungkinkan untuk tidak diterima oleh masyarakat (pihak pembeli).22 Maka dalam hal ini berlakulah ketentuan Pasal 1504 mengenai cacat tersembunyi, yaitu penjual harus menanggung barang itu terhadap cacat tersembunyi, yang sedemikian rupa sehingga barang itu tidak dapat digunakan untuk tujuan yang dimaksud, atau yang demikian mengurangi pemakaian, sehingga seandainya pembeli mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak akan membelinya atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.
c. Unsur Aksidentalia
Dalam perjanjian, melainkan juga untuk segala sesuatu yang diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan, atau undang-undang menurut sifat perjanjian. Unsur pelengkap suatu perjanjian adalah unsur aksidentalia, yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diubah oleh kedua belah pihak sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini merupakan persyaratan khusus yang ditetapkan secara bersama oleh kedua belah pihak. Oleh karena itu, unsur ini pada
21 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, 2011, Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan, PT. Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇, Bandung, hlm. 67.
22 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ (II), Op.Cit., hlm. 88.
dasarnya bukan merupakan jenis prestasi yang harus dilakukan atau dipenuhi oleh pihak. Misalnya, ketentuan tentang lokasi dan waktu penyerahan barang yang dijual atau dibeli.23
2.1.3.Asas-asas Perjanjian
Hukum perjanjian memiliki beberapa asas penting yang merupakan dasar kehendak para pihak untuk mencapai tujuan. Beberapa asas tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
a. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak yang diatur dalam pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang menyatakan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya ”Berdasarkan asas kebebasan berkontrak, maka orang pada asasnya dapat membuat perjanjian dengan isi yang bagaimanapun juga, asal tidak bertentangan dengan undang- undang, kesusilaan dan ketertiban umum.24 Asas berkontrak adalah suatu asas yang memberikan kebebasan kepada para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan persyaratannya, dan
4. Menentukan bentuknya perjanjian, yaitu tertulis atau lisan.
Asas kebebasan berkontrak ini bersifat universal, artinya berlaku juga dalam berbagai sistem hukum perjanjian di negara-negara lain dan memiliki ruang lingkup yang sama.25
▇. ▇▇▇▇ Konsensualisme
Asas konsensulisme dapat disimpulkan dalam pasal 1320 ayat (1) KUH Perdata. Dalam pasal itu ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya perjajian, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Asas konsensualisme merupakan asas
24 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, 2018, Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian, Jurnal Binamulia Hukum, Vol. 7 No. 2 , hlm. 115
25 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2014 Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan , Yogyakarta: FH UII Press, hlm 87
yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan adanya kesepakatan kedua belah pihak. Kesepakatan merupakan persesuaian antara kehendak dan pernyataan yang dibuat oleh kedua belah pihak.26
c. Asas Pacta Sunt Servanda (Asas Kepastian Hukum)
Asas Pacta Sunt Servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum. Asas ini berhubungan dengan akibat perjanjian. Asas Pacta Sunt Servanda merupakan asas hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.27
d. Asas Itikad Baik
Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbumyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.28 Asas itikad baik dapat dibedakan dalam pengertian subjektif dan objektif. Itikad baik dari segi subjektif berarti kejujuran. Hal ini berhubungan erat dengan sikap batin seseorang pada saat membuat perjanjian. Itikad baik dalam segi objektif berarti kepatutan yang berhubungan dengan pelaksanaan perjanjian atau pemenuhan prestasi dan cara melaksanakan hak dan kewajiban haruslah mengindahkan norma-norma kepatutan dan kesusilaan.29
e. Asas Kepribadian (Personalitas)
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan perseorangan
26 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇, 2011, Hukum Perikatan , Bandung: Pustaka Setia, hlm. 139
27 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2009, Komplikasi Hukum Perikatan, Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Jakarta, hlm. 112
28 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇, 2010, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, hlm. 84-85
29 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ & ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2021, Memahami Hukum Perikatan, Kepel Press: Yogyakarta, hlm 112
saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi: “Pada umumnya seseorang tidak mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk diri sendiri.” Inti ketentuan ini bahwa seseorang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi: “Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya.” Ini berarti hanya perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. 30
2.1.4.Jenis Perjanjian
Sutarno berpendapat perjanjian dapat di bedakan menjadi beberapa jenis antara lain sebagai berikut:
a. Perjanjian timbal balik
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yang dibuat dengan meletakkan hak dan kewajiban kepada kedua pihak yang membuat perjanjian. Misalnya perjanjian jual beli Pasal 1457 KUHPerdata yaitu jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan dan perjanjian sewa menyewa.
Pasal 1548 KUH Perdata, yaitu sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak. Dalam perjanjian jual beli hak dan kewajiban ada di kedua belah pihak. Pihak penjual berkewajiban menyerahkan barang yang dijual dan berhak mendapat pembayaran dan pihak pembeli berkewajiban membayar dan hak menerima barangnya.
b. Perjanjian sepihak
Perjanjian yang memberikan kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya. Misalnya perjanjian hibah, dalam hibah ini kewajiban hanya ada pada
30 Ibid, hlm. 86
orang yang menghibahkan yaitu memberikan barang yang dihibahkan sedangkan penerima hibah tidak mempunyai kewajiban apapun. Penerima hibah hanya berhak menerima barang yang dihibahkan tanpa berkewajiban apapun kepada orang yang menghibahkan.
▇. ▇▇▇▇▇▇▇▇an dengan percuma
Perjanjian dengan percuma adalah perjanjian menurut hukum terjadi keuntungan bagi salah satu pihak saja. Misalnya hibah (schenking) dan pinjam pakai Pasal 1666, yaitu penggibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu. Undang-undang hanya mengakui penggibahan-penggibahan antara orang-orang yang masih hidup dan 1740 KUHPerdata, yaitu menjelaskan pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma- cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.
d. Perjanjian konsensuil, riil dan formil
Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang dianggap sah apabila telah terjadi kesepakatan antara pihak yang membuat perjanjian. Perjanjian riil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi barangnya harus diserahkan. Misalnya perjanjian penitipan barang Pasal 1694 KUHPerdata, yaitu penitipan barang terjadi bila orang menerima barang orang lain dengan janji untuk menyimpannya dan kemudian mengembalikannya dalam keadaan yang sama dan perjanjian pinjam pakai habis Pasal 1754 KUHPerdata, yaitu suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama. Perjanjian formil adalah perjanjian yang memerlukan kata sepakat tetapi undang-undang mengharuskan perjanjian tersebut harus dibuat dengan bentuk tertentu secara tertulis dengan akta yang dibuat oleh pejabat umum Notaris atau PPAT. Misalnya jual beli tanah, undang-undang menentukan akta
jual beli harus dibuat dengan akta PPAT, perjanjian perkawinan dibuat dengan akta notaris
e. Perjanjian bernama atau khusus dan perjanjian tak bernama
Perjanjian bernama atau khusus adalah perjanjian yang telah diatur dengan ketentuan khusus dalam KUHPerdata Buku ketiga Bab V sampai dengan Bab
XVIII. Misalnya perjanjian jual beli, sewa menyewa, hibah dan lain-lain. Perjanjian tak bernama adalah perjanjian yang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang. Misalnya per▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, perjanjian keagenan dan distributor, perjanjian kredit. 31
2.1.5. Syarat Sahnya Perjanjian
Terjadinya suatu perjanjian terdapat syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, mengenai syarat sahnya suatu perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang menyatakan bahwa:
1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
3. Suatu pokok persoalan tertentu
4. Suatu sebab yang tidak terlarang
Syarat pertama dan kedua yang disebutkan diatas dinamakan syarat subjektif, karena menyangkut soal orang-orang yang mengadakan perjanjian, dan syarat ketiga dan keempat disebut syarat subjektif, karena menyangkut objek dari peristiwa yang dijanjikan itu. 32
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
Kesepakatan diperlukan dalam mengadakan perjanjian, ini berarti bahwa kedua belah pihak haruslah mempunyai kebebasan kehendak, artinya masing-masing pihak tidak mendapat suatu tekanan yang mengakibatkannya cacat dalam mewujudkan kehendaknya. Dengan demikian, mengenai kesepakatan harus diberikan secara bebas (sukarela), maka KUH Perdata menyebutkan ada tiga
31 Sutarno. 2008 . Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: ▇▇▇▇▇▇▇▇, hlm
82
32 I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, Op. Cit, hlm. 60
sebab kesepakatan tidak berikanm secara sukarela yaitu karena adanya paksaan, kekhilafan (dwaling) dan penipuan (bedrog). Hal ini diatur dalam Pasal 1321 yang menyebutkan: “Tiada suatu persetujuan pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan”.33
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan
Orang-orang atau pihak-pihak dalam membuat suatu perjanjian haruslah cakap menurut hukum, hal ini ditegaskan dalam Pasal 1329 KUH Perdata sebagai berikut.“tiap orang berwenang untuk membuat perikatan, kecuali jika ia dinyatakan tidak cakap untuk hal itu”. Undang-undang yang dimaksud menyatakan tidak cakap itu adalah Pasal 1330 KUH Perdata, yaitu
1. anak yang belum dewasa;
2. orang yang ditaruh dibawah pengampuan;
3. perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang- undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang-undang dilarang untuk membuat persetujuan tertentu
Menurut Pasal 330 KUH Perdata, belum dewasa adalah semua orang belum genap 21 (dua puluh satu) tahun dan sebelumnya tidak pernah kawin. Apabila perkawinan itu dibubarkan sebelum mereka berumur 21 (dua puluh satu) tahun, maka mereka tidak kembali berstatus belum dewasa. Orang yang ditaruh dibawah pengampuan dalam Pasal 433 KUH Perdata menjelaskan bahwa setiap orang dewasa, yang selalu berada dalam keadaan dungu, gila atau mata gelap, harus ditempat dibawah pengampuan, sekalipun ia kadang-kadang cakap menggunakan pikirannya. Seorang dewasa boleh juga ditempatkan di bawah pengampuan karena keborosan. Akan tetapi seiring perkembangannya istri dapat melakukan suatu perbuatan hukum, dijelaskam dalam Pasal 31 ayat 2 Undang- Undang No. 1 Tahun 1974 yaitu, masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum, dan hal ini juga dijelaskan dalam SEMA No. 3 Tahun 1963.34
c. Hal Tertentu
33 Ibid, hlm. 62
34 Ibid, hlm. 63-65
Suatu perjanjian haruslah memenuhi “hal tertentu” artinya suatu perjanjian haruslah memiliki objek (bepaald onderwerp) tertentu yang sekurang-kurangnya dapat ditentukan. Suatu objek perjanjian dapat didefinisikan sebagai suatu hal tertentu; objek perjanjian harus suatu hal atau barang yang cukup jelas atau tertentu. Berdasarkan Pasal 1332 KUH Perdata, yaitu hanya barang yang dapat diperdagangkan saja yang dapat menjadi pokok persetujuan. Pada Pasal 1333 menjelaskan bahwa suatu persetujuan harus mempunyai pokok berupa suatu barang yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya. Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja jumlah itu kemudia dapat ditentukan atau dihitung.35
d. Sebab (causa) yang Halal
Perkataan “sebab” yang dalam bahasa Belanda disebut oorzaaak, dan dalam bahasa latin disebut causa, merupakan syarat keempat dari suatu perjanjian yang disebutkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata sebagai “sebab yang halal”. Yurisprudensi menafsirkan causa sebagai isi atau maksud dari perjanjian.
Adapun suatu perjanjian tanpa sebab atau dibuat karena sesuatu sebab yang palsu atau terlarang. Sebab terlarang yang dimaksud adalah sebab yang dilarang oleh undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum, sebagaimana dijelaskan pada Pasal 1337 KUH Perdata, yaitu “suatu sebab adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh undang-undang atau bila sebab itu bertentangan dengan kesusilaan atau dengan ketertiban umum”. Oleh kerena itu, perjanjian tersebut tidak memiliki kekuatan, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1335 KUH Perdata, yaitu “ suatu persetujuan tanpa sebab, atau dibuat berdasarkan suatu sebab yang palsu atau yang terlarang, tidaklah mempunyai kekuatan.36
Adapun sebab yang tidak diperbolehkan adalah jika isi perjanjian bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Apabila syarat subjektif tidak terpenuhi, maka salah satu pihak dapat meminta supaya perjanjian itu dibatalkan, namun, apabila para pihak tidak keberatan maka perjanjian itu tetap dianggap sah. Sementara itu, apabila syarat objektif tidak terpenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum. Keempat syarat itu haruslah dipenuhi oleh para
35 Ibid, hlm. 67
36 Ibid, hlm. 69
pihak dan apabila syarat-syarat sahnya perjanjian tersebut telah terpenuhi, maka menurut Pasal 1338 KUH Perdata, perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum sama dengan kekuatan suatu undang-undang.37
2.1.6. Pembatalan Perjanjian
Syarat perjanjian yang menyangkut kesepakatan dan kecakapan disebut syarat subjektif, sedangkan yang berkenaan dengan dengan hal tertentu dan sebab yang halal disebut syarat objektif. Masing-masing syarat tersebut membawa konsekuensi sendiri-sendiri. Apabila syarat subjektif perjanjian (kesepakatan dan kecakapan pihak-pihak) cacat atau tidak dipenuhi maka perjanjian itu dapat dimintakan pembatalan (cancelling) oleh salah satu pihak ke pengadilan. Bila syarat objektif (hal tertentu dan sebab yang halal) tidak terpenuhi atau cacat, maka perjanjian itu menjadi batal demi hukum karenanya (null and voxif).38
2.2. Tinjauan Tentang Perikatan
2.2.1. Pengertian Hukum Perikatan
Hukum perikatan, jika diterjemahkan secara hukum adalah merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang dapat menimbulkan perikatan. Hukum perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain berkewajiban untuk memenuhi prestasi.39
Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumus yang jelas tentang perikatan.
37 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, 2008, Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial, Yogyakarta: Laksbang Mediatama, hlm. 88
38 Ibid., hlm 79
39 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ & ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2021, Memahami Hukum Perikatan, Op. Cit, hlm 3-4
Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.40 Ahli hukum Indonesia ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ menyatakan bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi.41
Menurut ▇. ▇▇▇▇▇▇▇, Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu, dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedagkan pihak yang berkewajiban memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara dua pihak tadi adalah perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila tuntutan itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan hakim.42
Menurut KUH Perdata dasar hukum perikatan adalah sebagai berikut, yaitu:
a. Perikatan yang lahir dari kontrak atau persetujuan
Ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. ▇▇▇▇. ▇▇▇▇▇▇▇ dalam bukunya yang berjudul "Hukum Perjanjian”, menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa perjanjian tersebut, maka timbullah suatu hubungan antara dua orang yang terlibat dalam perjanjian yang dinamakan perikatan. Jadi suatu perjanjian akan menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Sedangkan dalam bentuknya, perjanjian berupa suatu rangkaian
40 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2009, Kompilasi Hukum Perikatan, Op. Cit, hlm. 1
41 ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, 2011, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni: Bandung, hlm.
3
42 Subekti, 1996, Hukum Perjanjian, Op.Ccit, hlm. 1
kata yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis43
b. Perikatan yang lahir karena Undang-Undang
Ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Perikatan-perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, timbul dari undang-undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang. Berdasarkan ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata tersebut, perikatan yang bersumber pada undang- undang, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Perikatan yang hanya terjadi karena undang-undang dan Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan manusia.
2.2.2. Macam-macam Perikatan
Bentuk perikatan yang paling sederhana, ialah suatu perikatan yang masing- masing pihak hanya ada satu orang dan satu prestasi yang seketika juga dapat ditagih pembayarannya. Di samping bentuk yang paling sederhana itu, terdapat berbagai macam perikatan lain yang akan diuraikan sebagai berikut:
a. Perikatan bersyarat (voorwaardeiijk)
Perikatan bersyarat adalah suatu perikatan yagn digantungkan pada suatu kejadian di kemudian hari, yang masih belum tentu akan atau tidak terjadi. Pertama mungkin untuk memperjanjikan, bahwa perikatan barulah akan lahir, apabila kejadian yang belum tentu itu timbul. Suatu perjanjian yang demikian itu, menggantungkan adanya suatu perikatan pada suatu syarat yang menunda atau mempertangguhkan (opschortende voorwaarde). 44
b. Perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu (tijdsbepaling) Perbedaan antara suatu syarat dengan suatu ketetapan waktu adalah yang pertama berupa suatu kejadian atau peristiwa yang belum tentu atau tidak akan terlaksana, sedangkan yang kedua adalah suatu hal yang pasti akan datang, meskipun mungkin
43 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ & ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, Op. Cit, hlm. 7
44 Subekti, 2003, Pokok-Pokok Hukum Perdata, Jakarta: Intermasa, hlm. 128
belum dapat ditentukan kapan datangnya, misalnya meninggalkan seseorang. Contoh-contoh suatu perikatan yang digantungkan pada suatu ketetapan waktu, banyak sekali dalam praktek, seperti perjanjian perburuhan, suatu hutang wesel yang dapat ditagih suau waktu setelahnya dipertunjukan dan lain sebagainya.45
c. Perikatan yang membolehkan memilih (alternatief)
Perikatan yang membolehkan memilih adalah suatu perikatan, dimana terdapat dua atau lebih macam prestasi, sedangkan kepada si berhutang diserahkan yang mana dia akan lakukan. Misalnya, ia boleh memilih apakah ia akan memberikan kuda atau mobilnya atau uang satu juta rupiah.46
d. Perikatan tanggung-menanggung (boofdelijk atau solidair)
Perikatan tanggung-menanggung adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama sebagai pihak yang berhutang berhadapan dengan satu orang yang menghutangkan, atau sebaliknya. Beberapa orang sama-sama berhak menagih suatu piutang dari satu orang. Tetapi perikatan semacam ini belakangan ini, sedikit sekali terdapat dalam praktek. Perikatan tanggung-menanggung lazim diperjanjikan dalam suatu perjanjian. Bagaimana juga, perikatan semacam ini tidak boleh dianggap telah diadakan secara diam-diam, ia selalu harus diperjanjikan dengan tegas (uitdrukkelijk).47
e. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi
Perikatan dapat dibagi atau tidak, tergantung pada kemungkinan tidaknya membagi prestasi. Pada hakekatnya tergantung pula dari kehendak atau maksud kedua belah pihak yang membuat suatu perjanjian. Persoalan tentang dapat atau tidaknya dibagi suatu perikatan, barulah tampil ke muka, jika salah satu pihak dalam perjanjian sudah digantikan oleh beberapa orang lain. Hal ini biasanya terjadi karena meninggalnya satu pihak yang menyebabkan ia digantikan dalam segala hak-haknya oleh sekalian ahli warisnya. Pada asasnya jika tidak
45 Ibid, hlm 129
46 Ibid, hlm. 130
47 Ibid.
diperjanjikan lain antara pihak-pihak yang semula suatu perikatan, tidak boleh dibagi-bagi, sebab yang berpiutang selalu berhak menuntut pemenuhan perjanjian untuk sepenuhnya dan tidak usah ia menerima baik suatu pembayaran sebagai demikian.48
f. Perikatan dengan penetapan hukuman (strafbeding)
Untuk mencegah jangan sampai si berhutang dengan mudah saja melalaikan kewajibannya, dalam praktek banyak dipakai perjanjian dimana si berhutang dikenakan suatu hukuman, apabila ia tidak menepati kewajibannya. Hukuman ini, biasanya ditetapkan dalam suatu jumlah uang tertentu yang sebenarnya merupakan suatu pembayaran kerugian yang sejak semula sudah ditetapkan sendiri oleh para pihak yang membuat perjanjian itu.49
2.2.3. Berakhirnya Perikatan
Ada kalanya pihak yang melakukan perjanjian tidak melakukan suatu hal sesuai dengan isi perjanjian. Jika salah satu pihak melakukan wanprestasi, perjanjian akan hapus. Wanprestasi artinya tidak memenuhi kewajiban yang telah ditetapkan dalam suatu perjanjian, yaitu kesengajaan atau kelalaian dan karena keadaan memaksa. Selain dengan persetujuan kedua belah pihak, suatu perjanjian dapat dicabut karena alasan yang dinyatakan cukup oleh undang-undang. Dalam prakteknya, perjanjian dapat hapus karena :
1) Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian
2) Adanya pembatalan oleh salah satu pihak terhadap per▇▇▇▇▇▇▇
3) Adanya salah satu pihak yang tidak memenuhi kewajiban.50
Pada Pasal 1381 KUH Perdata ditentukan sepuluh cara berakhirnya suatu
hlm. 21.
48 Ibid. hlm. 131
49 Ibid.
50 ▇▇▇ ▇▇▇▇▇, 1989, Kredit Perbankan Sebagai Tinjauan ▇▇▇▇▇▇▇, Liberty: Yogyakarta,
perikatan. Kesepuluh cara itu adalah sebagai berikut:
1. Karena Pembayaran;
Pembayaran itu tidak serta-merta harus dilakukan oleh debitur atau pihak yang berutang, melainkan pembayaran itu tidak serta-merta harus dilakukan oleh debitur atau pihak yang berutang, sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1382 KUH Perdata.
2. Karena penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan;
Pada Pasal 1404 KUH Perdata menjelaskan bahwa jika kreditur menolak pembayaran, maka debitur dapat melakukan penawaran tunai atas apa yang harus dibayarnya, dan jika kreditur juga menolaknya, maka debitur dapat menitipkan uang atau barangnya kepada pengadilan. Penawaran demikian, yang diikuti dengan penitipan, membebaskan debitur dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal penawaran itu dilakukan menurut undang-undang, sedangkan apa yang dititipkan secara demikian adalah atas tanggungan kreditur.
3. Karena pembaruan utang;
Pembaruan uatang adalah salah satu cara berakhirnya perikatan, Pasal 1413 menjelaskan ada tiga macam jalan untuk pembaruan utang:
a. Bila seorang debitur membuat suatu perikatan utang baru untuk kepentingan kreditur yang menggantikan utang lama, yang dihapuskan karenanya
b. Bila seorang kreditur yang menggantikan debitur lama, yang oleh kreditur dibebaskan dan perikatannya
▇. ▇▇▇▇ sebagai akibat suatu persetujuan baru seorang kreditur baru ditunjuk untuk menggantikan kreditur lama, yang terhadapnya debitur dibebaskan dari perikatannya
4. Karena perjumpaan utang atau kompensasi;
Pada Pasal 1425 menjelaskan mengenai kompensasi atau perjumpaan utang, yaitu jika dua orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang yang menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut dengan cara dan dalam hal-hal berikut. Pada Pasal 1426 dijelaskan perjumpaan terjadi demi hukum, bahkan tanpa seathu debitur, dan kedua utang itu saling menghapuskan pada saat utang itu bersama-sama ada,
bertimbal balik untuk jumlah yang sama.
5. Karena percampuran utang;
Pada Pasal 1436 KUH Perdata menjelaskan sebagai kreditur dan debitur berkumpul pada satu orang, maka terjadilah demi hukum suatu percampuran utang dan oleh sebab itu piutang dihapuskan.
6. Karena pembebasan utang;
Pasal 1438 menjelaskan bahwa pembebasan suatu utang tidak dapat hanya diduga-duga, melainkan harus dibuktikan.
7. Karena musnahnya barang yang terutang;
Pasal 1444 menjelaskan bahwa jika barang tertentu yang menjadi pokok persetujuan musnah, tak dapat diperdagangkan, atau hilang hingga tak diketahui sama sekali apakah barang itu masih ada, atau tidak, maka hapuslah perikatannya, asal barang itu musnah atau hilang diluar kesalahan debitur dan sebelum ia lalai menyerahkannya. Akan tetapi jika debitur mempunyai hak dan tuntutan ganti rugi mengenai barang tersebut, diwajibkan memberikan hak dan tuntutan tersebut kepada kreditur.
8. Karena kebatalan atau pembatalan;
Pembatalan suatu perikatan merupakan salah satu sebab batalnya suatu perikatan yang diatur pada Pasal 1446 sampai Pasal 1456 KUH Perdata. Menurut penjelasan Pasal 1446 KUH Perdata, perjanjian yang dibuat oleh seorang anak di bawah umur atau yang diwakili oleh wali yang sah dianggap batal secara hukum. Namun, Pasal 1447 KUH Perdata menyatakan bahwa pembatalan perjanjian karena ketidakdewasaan atau kurangnya pengawasan tidak boleh menjadi alasan utama untuk memutuskan perjanjian karena melanggar hukum. Sebaliknya, Pasal 1449 KUH Perdata menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat karena tekanan, kesalahan, atau penipuan dapat dibatalkan.51
9. Berlaku syarat pembatalan;
Yang dimaksud dengan syarat di sini adalah ketentuan isi perjanjian yang
51 Cakra Putra Negara, ▇▇.▇▇, 2022, Hapusnya Perikatan Akibat Musnahnya Barang Yang Terutang, Diponegoro Private Law Review, Vol 9 No 2, hlm. 152
disetujui oleh kedua belah pihak, syarat mana jika dipenuhi mengakibatkan perikatan itu batal, sehingga perikatan menjadi hapus. Dalam pasal 1265 KUH Perdata kemungkinan terjadi pembatalan perjanjian karena terpenuhinya syarat batal yang disepakati dalam perjanjian.
10. Karena lewat waktu (Kedaluwarsa).
Daluarsa diatur dalam Pasal 1946 KUHPerdata, lewat waktu atau daluarsa adalah alat untuk memperoleh suatu alat untuk dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.
▇. ▇▇▇▇▇▇▇▇ berpendapat, hapusnya perjanjian diartikan sebagai hapusnya persetujuan. Suatu persetujuan dapat hapus karena :
a. Ditentukan oleh para pihak dalam perjanjian. Misalnya dalam perjanjian sewa menyewa untuk waktu tertentu, begitu waktu yang ditentukan tiba, maka perjanjian itu berakhir.
b. Undang-undang menentukan batas berlakunya perjanjian. Misalnya menurut Pasal 1066 alinea ketiga KUHPerdata, para ahli waris dapat mengadakan perjanjian selama waktu tertentu untuk tidak melakukan pemecahan harta warisan. Akan tetapi waktu persetujuan tersebut oleh Pasal 1066 pada alinea keempat KUHPerdata dibatasi berlakunya hanya untuk lima tahun.
c. Para pihak atau Undang-Undang dapat menentukan bahwa dengan terjadinya peristiwa tertentu, maka persetujuan akan hapus. Misalnya bila salah satu pihak meninggal maka perjanjian menjadi hapus. Hal ini terdapat dalam perjanjian perseroan yang terdapat dalam Pasal 1646 alinea keempat KUHPerdata, atau perjanjian pemberian kuasa yang terdapat dalam Pasal 1813 KUHPerdata.
d. Pernyataan menghentikan persetujuan (Opzegging). Opzegging dapat dilakukan oleh kedua belah pihak atau oleh salah satu pihak. Opzegging hanya ada pada persetujuan yang bersifat sementara, misalnya dalam perjanjian kerja dan perjanjian sewa menyewa.
e. Perjanjian hapus karena putusan hakim. Misalnya keputusan hakim yang membatalkan perjanjian kerena causa/sebab yang diperjanjikan bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan atau ketertiban umum.
f. Tujuan persetujuan telah tercapai. Misalnya dalam perjanjian untuk membangun rumah, apabila rumah telah selesai dibangun maka persetujuan itu berakhir.
g. Dengan persetujuan para pihak (herroeping). Apabila kedua belah pihak sepakat maka perjanjian tersebut dapat berakhir.52
2.3. Tinjauan Tentang Perjanjian Jual Beli
2.3.1. ▇▇▇▇ertian Perjanjian ▇▇▇▇ ▇▇▇▇
Jual beli merupakan bentuk transaksi umum yang sering dilakukan oleh masyarakat. Biasanya, perjanjian jual beli dilakukan secara lisan atau tertulis atas dasar kesepakatan para pihak (penjual dan pembeli).53 Menurut Pasal 1457 KUH Perdata jual beli adalah suatu perjanjian, dimana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu benda dan pihak lain untuk membayar harga benda yang telah diperjanjikan. Biasanya sebelum tercapai kesepakatan, didahulu dengan perbuatan tawar-menawar, yang berfungsi sebagai penentu sejak kapan terjadi persetujuan tetap. Sejak terjadinya persetujuan tetap, maka perjanjian jual beli tesebut baru dinyatakan sah dan mengikat sehingga wajib dilaksanakan oleh penjual dan pembeli. Jual beli merupakan perjanjian yang paling banyak diadakan didalam kehidupan masyarakat.54
Menurut ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ menyatakan bahwa “perjanjian jual beli secara historis dan logis adalah suatu species dari genus perjanjian tukar menukar. Perjanjian jual beli adalah perjanjian tukar menukar pada mana salah satu pihak prestasinya terdiri dari sejumlah uang dalam arti alat pembayaran yang sah. Di dalam Burgerlijk Wetboek istilah harga mempunyai arti yang netral tetapi dalam Pasal 1457 KUH Perdata, istilah harga tidak mungkin berarti lain dari pada suatu jumlah alat pembayaran yang sah. Pada perjanjian jual beli maka barang berhadapan dengan uang. Barang disini harus diartikan luas, baik barang (benda) yang berwujud maupun yang tidak berwujud.55
52 ▇. ▇▇▇▇▇▇▇▇, Op Cit, hlm. 55.
53 Aan Handriani, 2018, Keabsahan Perjanjian Jual Beli Secara Tidak Tertulis Berdasarkan Hukum Perdata, Jurnal Ilmu Hukum Vol 1, No 2, hlm. 277.
54 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, Op. Cit, hlm. 317
55 ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇,1982, Aneka Perjanjian ▇▇▇▇ ▇▇▇▇, Yogyakarta: Seksi Notariat
Perjanjian jual beli adalah suatu proses kesepakatan antara pihak pertama dengan pihak kedua yang mengikat kedua belah pihak untuk memberikan sesuatu. Pihak penjual memberikan suatu barang/ benda kepada pihak pembeli. Pembeli memiliki kewajiban membayar harga yang telah dijanjikan dan disepakati untuk menebus barang yang diinginkan.56 Perjanjian jual beli bermaksud memindahkan hak milik atas suatu barang dengan imbalan atau kontra prestasi berupa uang. Apabila perjanjian tersebut kontra prestasinya bukan uang maka bukan lagi perjanjian jual beli melainkan perjanjian tukar menukar. Perjanjian jual beli yang mengalihkan atau memindahkan hak milik atas suatu barang tersebut, membebani kewajiban kepada penjual untuk menyerahkan barangnya kepada pembeli serta menjamin barang yang dijualnya dari cacat tersembunyi. Dengan kata lain penjual bertanggung jawab jika barang yang dijualnya menanggung cacat tersembunyi, kecuali secara khusus ditentukan lain dalam perjanjian yang dilakukan oleh para pihak. 57
2.3.2.Unsur-unsur Perjanjian Jual Beli
Unsur pokok dalam perjanjian jual beli adalah barang dan harga, dimana antara penjual dan pembeli harus ada kata sepakat tentang harga dan benda yang menjadi objek jual beli. Suatu perjanjian jual beli yang sah lahir apabila kedua belah pihak setuju tentang harga dan barang. Sifat konsensual dari perjanjian jual beli tersebut ditegaskan dalam Pasal 1458 Kitab Undang-undang Hukum Perdata. 58 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ merincikan unsur-unsur dalam perjanjian jual beli ke dalam empat unsur sebagai berikut:
a. Subjek Jual Beli
Subjek jual beli adalah pihak-pihak dalam perjanjian. Sekurang-kurangnya ada dua pihak, yaitu penjual yang menyerahkan hak milik atas benda dan pembeli yang membayar harga dari benda tersebut. Subjek dari perjanjian jual beli adalah penjual dan pembeli, yang masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban.
Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, hlm. 1
56 Redaksi RAS, 2009, Tip Hukum Praktis, Tanah dan bangunan, Depok : Raih Asa Sukses, hlm. 24
57 ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇, 2020, Hukum Perjanjian (Penjelasan Makna Pasal- Pasal Perjanjian Bernama dalam KUH Perdata (BW), Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 3
58 Subekti, 1995, Op. Cit, hlm 2
Subjek yang berupa orang atau manusia ini telah diatur oleh Undang-Undang yaitu harus memenuhi syarat umum untuk dapat melakukan suatu perbuatan hukum antara lain, ia harus dewasa, sehat pikirannya, dan tidak dilarang atau dibatasi di dalam melakukan suatu perbuatan hukum yang sah oleh Undang- undang.
b. Status Pihak-pihak
Pihak penjual atau pembeli dapat berstatus pengusaha atau bukan pengusaha. Pengusaha adalah penjual atau pembeli yang menjalankan perusahaan, sedangkan penjual atau pembeli yang bukan pengusaha adalah pemilik atau konsumen biasa. Penjual atau pembeli dapat juga berstatus kepentingan diri sendiri, atau kepentingan pihak lain atau kepentingan badan hukum.
c. Peristiwa Jual Beli
Peristiwa jual beli adalah saling mengikatkan diri berupa penyerahan hak milik dan pembayaran harga. Peristiwa jual beli di dasari oleh persetujuan dan kesepakatan anatara penjual dan pembeli. Apa yang dikehendaki oleh penjual, itulah yang dikehendaki pembeli.
d. Objek Jual Beli
Objek jual beli adalah barang dan harga. Barang adalah harta kekayaan yang berupa benda materialm benda immaterial, baik bergerak maupun tidak bergerak. Sedangkan harga ialah sejumlah uang yang senilai dengan benda. Objek persetujuan jual beli adalah barang yang diperjualbelikan tersebut. karena barang adalah essensial pada perjanjian jual beli, maka tentunya tidak ada perjanjian jual beli, maka tentunya tidak ada perjanjian jual beli apabila tidak ada barang yang diperjualbelikan. 59
2.3.3.Kewajiban Para Pihak
Pada suatu perjanjian jual beli para pihak bersangkutan memiliki kewajibannya masing-masing. Adapun kewajiban para pihak tersebut adalah:
59 Dari ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ Oleh ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ Hapsari, 2000, Perjanjian Baku dalam Praktik Perusahaan Perdagangan, Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung, hlm.34
a. Kewajiban Pihak Penjual
Kewajiban pihak penjual meliputi penyerahan barang yang dijadikan objek jual beli dan menjamin cacat tersembunyi atas barang yang dijualnya, serta menjamin aman hukum bagi pembeli dari gangguan pihak lain.
1) Melakukan Penyerahan
Hukum kepemilikan atas kebendaan ditentukan dalam Pasal 584 KUH Perdata, yaitu karena pengambilan, pelekatan, pewarisan, dan daluwarsa. Untuk jual beli, kepemilikan atas benda yang dijadikan objek jual beli itu, bagi pembeli adalah bila penjual telah melakukan penyerahan benda tersebut kepada pembeli. Jenis barang yang harus diserahkan karena setiap barang memiliki aturan penyerahan sendiri-sendiri, yaitu:60
a) Penyerahan barang bergerak, penyerahan dilakukan dengan penyerahan kekuasaan atas barang itu, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata yang berbunyi “penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata, akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan tempat barang-barang itu berada”.
b) Penyerahan barang tetap, terjadi dengan perbuatan “balik nama”, dalam bahasa Belanda disebut overschrijivig, dihadapan pegawai. Balik nama diatur dalam pasal 616 KUH Perdata yang berbunyi “penyerahan atau penunjukan akan kebendaan tak bergerak dilakukan dengan pengumuman akan akta yang bersangkutan dengan cara seperti ditentukan dalam pasal 620”.
c) Penyerahan barang bergerak tak bertubuh, dilakukan dengan perbuatan yang disebut cassie, hal ini diatur dalam pasal 613 KUH Perdata, yaitu . Kewajiban menyerahkan suatu barang meliputi segala sesuatu yang menjadi
60 I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, Op Cit, hlm.164-167
perlengkapannya serta dimaksudkan pemakaiannya yang tetap, beserta surat-surat bukti miliknya, jika ada (Pasal 1482 KUH Perdata).
2) Menjamin Aman Hukum
Kewajiban ini timbul sebagai konsekuensi jaminan penjual kepada pembeli bahwa barang yang dijual itu adalah betul-betul miliknya sendiri, bebas dari beban atau tuntutan dari pihak lain. Misalnya, pembeli digugat oleh pihak ketiga, yang menurut keterangannya barang itu miliknya sendiri. Hukum jual beli ini bersifat pelengkap, pihak penjual (jika pembeli sepakat), dapat meminimalisasi bahkan menghapuskan tanggung jawab aman hukumnya kepada pembeli (Pasal 1493 KUH Perdata). Akan tetapi dengan batasan yang diatur dalam:
a) Pasal 1494 KUH Perdata: meskipun telah dijanjikan bahwa sipenjual tidak menanggung suatu apapun, namun ia tetap bertanggung jawab apa yang berupa akibat dari suatu perbuatan yang dilakukan olehnya, segala perjanjian yang bertentangan dengan ini adalah batal.
b) Pasal 1495 KUH perdata: penjual dalam hal adanya janji yang sama, jika terjadi suatu penghukuman untuk menyerahkan barang yang dijual kepada seorang lain, diwajibkan mengembalikan harga pembelian, kecuali apabila pembeli pada waktu pembelian dilakukan, mengetahui tentang adanya penghukuman untuk menyerahkan barang yang dibelina atau jika ia telah membeli barangnya dengan pernyataan akan memikul sendiri untung ruginya.
3) Menanggung Cacat Tersembunyi
Dalam hal ini penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi (verbogen gebrekan) atas barang yang dijualnya, yang berakibat barang itu tidak dapat dipakai atau tidak maksimal pemakaiannya. Seandainya si pembeli mengetahui adanya cacat itu, maka pembeli tidak membeli barang itu kecuali dengan harga yang kurang. Kalau cacat itu kelihatan atau tidak tersembunyi, penjual tidak dapat dimintakan pertanggung jawaban,dan dalam hal itu pembeli dianggap menerima cacat tersebut. Dalam hal penjual menanggung cacat tersembunyi, ia tidak harus mengetahui hal itu. Kecuali jika penjual telah minta diperjanjikan bahwa penjual tidak menanggung suatu apapun. Apabila penjual mengetahui
barang tersebut mengandung cacat, maka selain penjual mengembalikan harga pembelian, juga diwajibkan mengganti segala kerugian. Dalam hal itu sudah barang tentu pengetahuan penjual yang demikian itu harus dibuktikan.61
b. Kewajiban Pihak Pembeli
Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian pada waktu dan tempat sebagaimana ditetapkan menurut perjanjian (Pasal 1513 KUH Perdata). Yang dimaksud dengan “harga”, tentulah berapa sejumlah uang. Jika pembeli tidak membayar pembelian, penjual dapat menuntut pembatalan pembelian,62 Kewajiban pembeli adalah sebagai berikut:
1) Kewajiban utama pembeli adalah membayar harga pembelian terhadap barang pada waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam persetujuan (Pasal 1513 KUH Perdata)
2) Pembeli harus membayar pada saat penyerahan. Jika pada waktu membuat persetujuan tidak ditetapkan hal-hal itu, pembeli harus membayar ditempat dan pada waktu penyerahan. Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1514 KUH Perdata
3) Jika barang yang dijual dan diserahkan menghasilkan hasil atau pendapatan lain, pembeli harus membayar bunga dari harga pembelian. Sebagamana dijelaskan dalam Pasal 1515 KUH Perdata, yaitu pembeli walaupun tidak ada suatu perjanjian yang tegas, wajib membayar bunga dan harga pembelian, jika barang yang dijual dan diserahkan memberi hasil atau pendapatan lain.
Apabila dalam perjanjian tidak ditentukan tempat dan waktu oleh kedua belah pihak, maka pembayaran dapat dilakukan ditempat bisnis penjual atau jika pembayaran harus dilakukan dengan penyerahan barang atau dokumen ditempat di mana serah terima itu dilakukan.
61 Ibid., hlm. 169-170
62 Ibid., hlm. 171
2.4. Kerangka Pikir
Penjual
Pembeli
Perjanjian Jual Beli
secara lisan
Prestasi
Hak dan Kewajiban
kedua pihak
Wanprestasi
Penyelesaian
Sengketa
Berakhirnya
Perjanjian
Keterangan :
Berdasarkan kerangka pikir diatas, terdapat bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk melakukan perjanjian jual beli vespa classic secara lisan. Jual beli yang dilakukan secara lisan adalah perjanjian jual beli yang dilakukan menggunakan perjanjian lisan tanpa adanya perjanjian tertulis, jual beli yang dilaksanakan secara lisan ini didasarkan oleh kesepakatan kedua belah pihak dan kepercayaan antara penjual dan pembeli untuk melakukan jual beli vespa classic secara lisan.
Dalam pelaksanaannya bahwa kedua belah pihak telah sepakat untuk melaksanakan perjanjian jual beli vespa classic yang dilakukan secara lisan dengan menyebutkan
hasil dari negosiasi yang telah disepakati oleh penjual dan pembeli. Setelah kedua belah pihak penjual dan pembeli bersepakat maka akan menimbulkan hak dan kewajiban dari pihak penjual dan pembeli. Akan tetapi, dalam perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan tersebut terdapat cacat tersembunyi terhadap motor vespa classic. maka timbulnya perselisihan dikarenakan terdapat cacat tersembunyi atau kerusakan pada motor vespa classic. Berdasarkan keadaan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan apabila terdapat cacat tersembunyi, dan dari penyelesaian tersebut akan mengakibatkan berakhirnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan.
III. METODE PENELITIAN
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data penelitian. Metode penelitian adalah sekumpulan peraturan, kegiatan, dan prosedur yang digunakan oleh pelaku suatu disiplin ilmu. Metodologi merupakan analisis teoritis mengenai suatu cara atau metode. Penelitian merupakan suatu penyelidikan yang sistematis untuk meningkatkan sejumlah pengetahuan, juga merupakan suatu usaha yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki masalah tertentu yang memerlukan jawaban63
Menurut ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa, dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten berarti berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti berdasarkan tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu.64 Berdasarkan segi fokus kajiannya, penelitian hukum dapat menjadi tiga tipe yaitu penelitian normatif, penelitian normatif-empiris atau normatif-terapan, dan penelitian hukum empiris.65
3.1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif empiris. Penelitian hukum normatif empiris adalah penelitian hukum mengenai pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif (kodifikasi, undang-undang, atau kontrak) secara in-action pada setiap peristiwa hukum tertentu
63 I Gede ▇.▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇.▇, 2018, ▇▇▇▇▇▇ dan Titik Sampel dalam Penelitian, Bandar Lampung: Anugrah Utama Rahaja, hlm. 71
64 ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 1984, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas Indonesia, hlm. 42
65 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT. Citra Abadi, hlm. 52
yang terjadi di dalam masyarakat.66 Implementasi secara in-action tersebut merupakan fakta empiris, yang diharapkan akan berlangsung sempurna apabila ada dasarnya merupakan penggabungan antara pendekatan hukum normatif yaitu metode atau cara yang digunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada, dengan adanya penambahan sumber data wawancara dengan ▇▇▇▇▇. ▇. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. P dan ▇▇▇▇▇▇▇. R terkait syarat sahnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan dan penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan apabila terdapat cacat tersembunyi, serta cara berakhirnya perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan.
3.2. Tipe Penelitian
Berdasarkan permasalahan pada pokok bahasan yang telah dijelaskan di atas, maka tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Peneltian hukum deskriptif bersifat pemaparan yang bertujuan untuk memperoleh gambaran (deskripsi) yang lengkap tentang keadaan hukum yang berlaku di sutau tempat dan waktu tertentu, mengenai fenomena yuridis yang ada, atau peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam masyarakat. Pemaparan dalam penelitian ini mengkaji mengenai tentang syarat sahnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan berdasarkan ketentuan Hukum Perdata, pengaturan Hukum Perdata apabila terjadi sengketa terhadap perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan, serta cara berakhirnya perjanjian jual beli yang dilakukan secara lisan
3.3. Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah dalam penelitian hukum normatif-empiris pada dasarnya adalah penggabungan antara pendekatan hukum normatif dengan adanya penambangan dari berbagai unsur-unsur empiris.67 Pendekatan masalah yang dilakukan dalam penelitian ini bersifat normatif-terapan yaitu menggunakan
66 Ibid,. hlm 157
67 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, 2010, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta: Rineka Cipta, hlm 3
pendekatan non judicial case study sehingga tidak ada akan campur tangan dengan pengadilan.68 Penelitian ini dilakukan pada Showroom dan bengkel motor Vespa Classic
3.4. Data dan Sumber Data
Sumber data adalah semua keterangan yang diperoleh dari informan maupun yang berasal dari dokumen-dokumen baik dalam bentuk statistik atau dalam bentuk lainnya guna keperluan penelitian tersebut.69 Kegiatan-kegiatan pengumpulan data primer dan data sekunder dilakukan dengan mengikuti beberapa tahapan, yaitu:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang didapat langsung dari sumber pertama yang terkait dengan permasalahan yang akan dibahas dengan melakukan wawancara kepada pihak yang terlibat dalam permasalahan yang sedang diteliti, yaitu ▇. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. P sebagai penjual motor vespa classic. ▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ sebagai pembeli.
b. Data Sekunder
Data yang diperoleh atau diambil serta dikumpulkan dengan cara studi kepustakaan atau studi pustaka dengan cara mengumpulkan data dari buku- buku literatur yang berhubungan dengan judul skripsi ini serta dari peraturan perundang-undangan yang berlaku sebagai hukum positif yang memuat ketentuan tentang perjanjian dan penyelesaian sengketa berkaitan dengan data yang akan diteliti. Data sekunder terdiri dari
1) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat.70 Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata)
hlm. 87
67
68 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇. Op. Cit, hlm 149
69 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇, 2006, Metode Penelitian (Dalam Teori Praktek), Jakarta: Rineka Cipta,
70 Suratman dan Philips Dilah, 2014, Metode Penilitian Hukum, Bandung: Alfabeta, hlm.
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan-bahan yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti literatur-literatur, hasil-hasil penelitian, artikel, makalah dan hasil dari para ahli hukum terkait dengan penelitian.
3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder71 seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia, dan pencarian sumber-sumber data melalui internet (Browsing)
3.5. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan salah satu proses dalam penelitian ini dengan tujuan untuk memperoleh gambaran maupun informasi dari hal-hal yang akan diteliti. Adapun metode pengumpulan data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Studi Kepustakaan
Studi pustaka adalah pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal dari berbagai sumber dan dipublikasi secara luas serta sibutuhkan dalam penelitian hukum normatif. Studi kepustakaan dilakukan untuk memperloleh data sekunder berupa buku, jurnal, hasil penelitian hukum, kutipan permasalahan penelitian yang dibahas.72 Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh data sekunder yaitu melakukan serangkaian kegiatan dengan cara membaca dan mengutip literatur-literatur serta mengkaji Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan penelitian ini.
b. Wawancara
71 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. Op. Cit.
72 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, Hukum dan Penilitian Hukum, Op.Cit, hlm 81.
Wawancara adalah kegiatan pengumpulan data yang bersumber langsung dari responden penelitian di lapangan lebih dalam dan berkualitas.73 Wawancara yang penulis lakukan pada penelitian hanya untuk memperkuat analisis penulis dan bukan sebagai data utama dalam penyusunan skripsi ini. Dalam mengumpulkan data lewat wawancara, yang menjadi narasumber adalah pihak penjual dalam transaksi jual beli motor Vespa Classic di Sans Scooter Garage, yaitu ▇▇▇▇▇. ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ sebagai pembeli.
3.6. Metode Pengolahan Data
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan diolah agar terciptanya hasil penelitian yang sesuai dengan pokok masalah yang akan dipecahkan. Maka pengumpulan data dalam pengumpulan ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:74
a. Pemeriksaan Data, yaitu melakukan pemerikasaan data yang terkumpul apakah sudah cukup lengkap, sudah cukup benar dan sesuai dengan permasalahan. Memperbaiki tulisan apabila sekiranya masih terdapati kesalahan dalam penulisan, dan pemeriksaan yang relevan dan data yang sesuai agar diseleksi mana yang tidak sesuai atau relevan dengan data yang dibutuhkan.
b. Klasifikasi Data, yaitu dilakukan dengan mengorganisasikan data menurut pokok bahasan untuk memudahkan analisis dan sesuai dengan aturan masalah untuk mendapatkan data yang sesuai dan benar.
c. Penyusunan/Sistematis Data, yaitu dilakukan dengan cara menyusun dan menempatkan data pada tiap-tiap pokok bahasan dengan melihat jenisnya serta hubungannya yang sesuai dengan permasalahan sehingga memudahkan dalam pembahasannya.
3.7. Analisis Data
Analisis penelitian merupakan bagian yang sangat penting dalam proses penelitian karena analisis terhadap data yang ada ini sangat berguna untuk
73 Ibid., hlm. 86
74 Ibid., hlm. 126
memecahkan masalah penelitian dan mencapai tujuan akhir penelitian.75 Dalam penelitian ini, analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu bahan hukum diuraikan secara bermutu dengan bentuk kalimat yang teratur, konsisten, logis, tidak tumpang tindih, dan efektif, yang memudahkan penafsiran bahan hukum dan pemahaman hasil analisisnya.76
75 ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. Op. Cit., hlm. 105
76 ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, Hukum dan Penelitian Hukum, Op.Cit, hlm. 91
V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dilakukan oleh penulis, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Bahwa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan adalah sah, karena telah memenuhi ketentuan Pasal 1320 Kitab Undang- Undang Hukum Perdata (KUH Perdata), yaitu:
a. Kesepakatan mereka mengikatkan dirinya,
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
c. Suatu pokok persoalan tertentu,
d. Suatu sebab yang tidak terlarang.
2. Bahwa penyelesaian sengketa perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan akibat terdapat cacat tersembunyi tersebut dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu melalui non litigasi (diluar pengadilan) dan melalui litigasi (pengadilan). Penyelesaian melalui jalur non litigasi mengacu kepada Pasal 1504 sampai dengan 1512 KUH Perdata mengenai cacat tersembunyi. Penyelesaian melalui jalur litigasi (jalur pengadilan), maka pihak yang merasa dirugikan dapat menggugat pihak yang lainnya atas dasar wanprestasi sehingga dapat diminta ganti kerugian atau pemenuhan prestasi yang belum dilaksanakan atau pembatalan perjanjian jual beli yang didasari Pasal 1266 dan Pasal 1267 KUH Perdata.
67
3. Bahwa berakhirnya perjanjian jual beli motor vespa classic yang dilakukan secara lisan terjadi karena adanya prestasi dan wanprestasi. Berakhirnya karena prestasi yaitu sudah terpenuhinya hak dan kewajiban kedua pihak. Berakhirnya karena wanprestasi yaitu melalui penyelesaian sengketa yang bisa dilakukan secara litigasi (pengadilan) dan non litigasi (diluar pengadilan).
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, pada bab penutup ini dapat dikemukan saran dari penulis bahwa sebaiknya dalam transaksi jual beli motor vespa classic untuk menggunakan perjanjian yang dilakukan secara tertulis dalam perjanjian jual beli motor vespa classic, dengan tujuan untuk mempermudah menyelesaikan perselisihan dalam jual beli motor vespa classic yang mengandung cacat tersembunyi, akan tetapi apabila jual beli tetap dilaksanakan secara lisan, diharapkan untuk memberikan garansi kepada pembeli sebagai bentuk upaya penanggungan apabila adanya kerusakan pada motor vespa classic atau menyampaikan terlebih dahulu mengenai penanggungan mengenai motor vespa classic yang mengalami kerusakan dikemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2010. Prosedur Penelitian. Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2012. Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇. 2011. Aneka Hukum Bisnis. PT. Alumni: Bandung.
-------. 2009, Komplikasi Hukum Perikatan, Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Jakarta.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇. 2011. Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan. PT. Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ Sukma. 2000. Perjanjian Baku dalam Praktik Perusahaan Perdagangan. Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung.
▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇. 2011. Hukum Perikatan. Bandung: Pustaka Setia. ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇. 2008. Asas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial.
Yogyakarta: Laksbang Mediatama.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇. ▇▇▇▇▇. 1982. Segi-segi Hukum Perikatan. PT. Alumni; Bandung. ▇.▇, ▇▇▇▇▇. 2003. Perkembangan Hukum Kontrak Innominat Di Indonesia Sinar.
Grafika: Jakarta
▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇. 2014. Hukum Kontrak Indonesia dalam Perspektif Perbandingan. Yogyakarta: FH UII Press.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇. 1996. Mengenal Hukum (Suatu Pengantar). Yogyakaerta: Liberty.
▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇, dan ▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇. 2014. Hukum Perikatan: Penjelasan Makna Pasal 1233 sampai 1456 BW. Jakarta: Rajawali Pers.
-------. 2020. Hukum Perjanjian (Penjelasan Makna Pasal-Pasal Perjanjian Bernama dalam KUH Perdata (BW). Jakarta: Sinar Grafika.
-------. 2010, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta.
▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2019. Hukum Perdata Indonesia. Bandung: Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇.
-------. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: PT. Citra Abadi.
-------. 1992, Hukum Perikatan, Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇ dan ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇. 2004. Perikatan Pada Umumnya. Jakarta: PT Grafindo Persada.
------. 2010. Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian. Jakarta: Raja Grafindo. ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇. 1993. Praktik Bisnis Curang. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Meliala, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 1985. Pokok-Pokok Hukum Perjanjian. Liberty:
Yogyakarta
▇▇▇▇▇▇▇,▇▇▇▇▇▇▇ Daru. 2017. Hukum Perdata Indonesia. ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇.
Bandung.
Nurachmad, Much. 2011. Buku Pintar Memahami dan Membuat Surat Perjanjian.
Jakarta: Visimedia.
▇▇▇▇▇, ▇▇▇. 1989. Kredit Perbankan Sebagai Tinjauan ▇▇▇▇▇▇▇. Liberty: Yogyakarta RAS, Redaksi. 2009. Tip Hukum Praktis, Tanah dan bangunan. Depok : ▇▇▇▇ ▇▇▇
Sukses.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇. 2017. Mediasi Penyelesaian Sengketa Melalui Pendekatan Mufakat. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. 2017. Hukum Perikatan Indonesia Teori Dan Perkembangannya. Malang: Intelegensia Media.
Setiawan, I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇. 2018. Hukum Perikatan. Jakarta: Sinar Grafika. Subekti, 1996. Hukum Perjanjian. Bandung: PT Intermasa.
-------, 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermasa.
------, 1995. Aneka Perjanjian. Bandung: Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇. 1982. Aneka Perjanjian ▇▇▇▇ ▇▇▇▇. Yogyakarta: Seksi Notariat Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.
Sutarno. 2008 . Aspek-aspek Hukum Perkreditan Pada Bank. Bandung: Alfabeta
▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia.
Suratman, dan Philips Dilah. 2014. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Alfabeta. ▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇ ,dan Mamudja, Sri. 2001. Penelitian Hukum Normatif (Suatu
Tinjauan Singkat., Jakarta: Rajawali Pers.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇. 2006. Metode Penelitian (Dalam Teori Praktek). Jakarta: Rineka Cipta.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇. 2001. Perjanjian Dibawah Tangan. Penerbit Sinar Grafika: Jakarta. ▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2004. Perlindungan Konsumen. Kemungkinan Penerapan
Tanggungjawab Mutlak. Jakarta: Fakultas Hukum Pascasarjana Universitas Indonesia.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇ & ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2021. Memahami Hukum Perikatan. Kepel Press: Yogyakarta.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇. 2006. Arbitrase dan Mediasi di Indonesia (Cet. I). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇. 1997. Strategi Pemasaran. Edisi 1. Penerbit And:. Yogyakarta.
▇▇▇▇▇▇▇▇, I Gede ▇.▇., dan ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇.▇. 2018. Sampel dan Titik Sampel dalam Penelitian. Bandar Lampung: Anugrah Utama Rahaja.
▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ 2003. Penyelesaian Sengketa Konsumen Menurut UUPK, Teori & Praktek Penegakan. PT.Citra ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇: Bandung.
B. JURNAL
▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇. Tongat. ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2020. Urgensi Pelaksanaan Tahapan Persiapan Penyusunan Kontrak Oleh Pelaku Bisnis Dalam Mengkontruksi Hubungan Bisnis. Jurnal Yurispruden. Vol. 3. No. 1.
▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇. 2015. Analisis Asas Konsensualisme Terkait Dengan Kekuatan Pembuktian Perjanjian Jual-Beli Di Bawah Tangan. GaneÇ Swara Vol. 9 No.1
▇▇▇▇, I Kadek. Si Ngurah Ardhya. ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇. 2022. Implementasi Perjanjian ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇ ▇▇▇▇ Cengkeh Berdasarkan Prinsip Menyama Braya Di Desa Tigawasa. E-Journal Komunikasi Yustisia
Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Ilmu Hukum. Vol. 5 No. 5 Budiastuty, Retnavia Putri. 2020. Tinjauan ▇▇▇▇▇▇▇ Tentang Kekuatan Mengikat Dan Pembuktian Terjadinya Wanprestasi Dalam Perjanjian Hutang Piutang
Secara ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇kan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata). Jurnal Ilmiah Hukum. Vol 1. No 2
Diputra, I Gst. ▇▇▇▇▇ ▇▇▇. 2018. Pelaksanaan Perancangan Kontrak dalam Pembuatan Struktur Kontrak Bisnis, Jurnal Hukum Kenoktariatan. Vol. 3 No. 3.
▇▇▇▇, Ni Made Trisna. 2022. Penyelesaian Sengketa Non Litigasi Dalam Penyelesaian Sengketa Perdata, Jurnal Analisis Hukum (JAH), Vol. 5 No.
▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇. Ramlan. Adrianto. 2018. Pengenalan Sejarah Vespa Serta Meningkatkan Kecintaan Terhadap Vespa Melalui Buku Ilustrasi. Jurnal Rekamakna Institut Teknologi Nasional 2.
▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇ ▇▇▇. dan ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2020. Pelaksanaan Jual Beli Secar Online Berdasarkan Perspektif Hukum Perdata. Jurnal Media of Law and Sharia. Vol. 2. No. 1
Negara, Cakra Putra. ▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇. Evi Mutiara Marpaung. ▇▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇ ▇▇▇▇▇. ▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇. 2022. Hapusnya Perikatan Akibat Musnahnya Barang Yang Terutang. Diponegoro Private Law Review. Vol. 9. No 2.
▇▇▇▇▇▇▇, O. J., ▇▇▇▇▇▇▇, O. G. and ▇▇▇▇▇nya, J. O. 2016 ‘The Role of Commercial Motorcyclist on Economic Growth in Developing Countries: Akure Township in Focus’, Transport & Logistics: The International Journal, VOL. 16 No. 39.
▇▇▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ and. Murendah Tjahyani. 2023. Pembuktian Wanprestasi Perjanjian Utang Piutang Secara Lisan. ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇. Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana. Vol. 5 No.1.
▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇. 2018. Peranan Asas-Asas Hukum Perjanjian Dalam Mewujudkan Tujuan Perjanjian. Jurnal Binamulia Hukum. Vol. 7 No. 2.
Vijayantera, I ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇. 2020, Kajian Hukum Perdata Terhadap Penggunaan Perjanjian Tidak Tertulis Dalam Kegiatan Bisnis. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH) Universitas Pendidikan Ganesha. Vol. 6 No 1.
▇▇▇▇▇▇, ▇▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇. 2020. Kepastian Hukum Perjanjian Secara Lisan
Menurut KUHPerdata Pasal 1338. Jurnal Lex Privatum Vol. VIII. No.4.
Yuanitasari, Deviana .dan ▇▇▇▇▇ ▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇. 2020. Pengembangan Hukum Perjanjian Dalam Pelaksanaan Asas Itikad Baik Pada Tahap Pra Kontraktual, Jurnal Ilmu Hukum Kenotariatan Fakultas Hukum Unpad. Vol 3. No. 2.
D. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)
C. Website
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). (Online). ▇▇▇▇▇://▇▇▇▇.▇▇▇.▇▇/▇▇▇▇▇▇▇▇▇▇